Banyak yang bertanya kepada saya, mengapa kita tidak memiliki
kecerdasan seksual? Atau mengapa kita belum memilikinya?
Ini adalah satu pertanyaan umum yang bisa saya jawab dengan
logika sederhana dalam buku Sexual Intelligence – Basic for Relationship Goals.
Buku ini saya tulis setelah melakukan riset panjang selama 9 tahun tentang “Pengaruh
Perilaku Seks, Seksual dan Seksualitas Dalam Pencapaian Semua Tujuan Hidup
Manusia”. Dan selama 3 tahun terakhir ini (2014-2017), saya melakukan riset di
Bali sebagai miniatur berbagai budaya dunia yang menyuguhkan secara gratis
berbagai model perilaku seksual yang menjadi objek penelitiannya tanpa harus
keliling dunia.
Salah satu kesimpulannya sungguh mengejutkan. Bahwa ternyata
manusia tidak memiliki Sexual Intelligence (SI) atau kecerdasan seksual ini. Akibatnya,
kita selalu mengandalkan insting dalam seks, seksual dan seksualitas. Baik
secara pemahaman, sebagai aktivitas maupun tujuan yang ingin capai.
Semua bentuk pendidikan sejak TK hingga universitas, serta
berbagai kelas non formal pada akhirnya akan menciptakan standart IQ dan skill.
Kemudian, IQ dan berbagai skill sebagai keunggulan individu ini pada akhirnya
digunakan untuk memudahkan aktivitas
kerja untuk menghasilkan uang. Karena setiap manusia memiliki “kewajiban
finansial” untuk bekerja. Artinya setinggi apapun ijasah dan gelarnya, pada
akhirnya hanya akan digunakan dalam dunia kerja.
Lalu bagaimana manusia menjalani “kewajiban seksual”-nya?
Manusia ditakdirkan oleh Sang Maha Pecipta untuk hidup
berpasang-pasangan agar bisa melahirkan keturunan selanjutnya di muka bumi ini.
Inilah mengapa secara alami manusia akan berusaha untuk hidup berpasangan saat
mulai memasuki usia seksual. Ini adalah proses yang alami, bahwa seks, seksual
dan seksualitas akan menjadi aktivitas rutin pada saatnya.
Namun hingga saat itu tiba, ternyata kita tidak mendapatkan
ilmu yang baik untuk menjalani takdir hidup berpasang-pasangan ini. Alasannya
sungguh sangat klise, bahwa ini adalah ajaran yang tabu dan porno. Sungguh
tidak layak untuk diajarkan. Dengan kata lain, kita diajarkan untuk mengikuti
naluri untuk belajar sendiri. Belajarnya pacaran sendiri, belajarlah berumah
tangga sendiri, belajarlah meraih kebahagiaan sendiri dan belajarlah untuk
menyelesaikan masalah percintaan sendiri.
Sehingga manusia hidup dengan naluri. Karena tidak pernah
mengembangkan kecerdasan untuk aktivitas percintaan yang berisi panduan kebersamaan
yang baik yang memberikan batasan, arah dan tujuan yang jelas. Sebuah panduan
yang jelas dan bisa diajarkan (tanpa pornografi) untuk generasi selanjutnya.
Kecerdasan itu kemudian saya sebut sebagai Sexual
Intelligence (SI) atau kecerdasan seksual.
Inilah sebabnya mengapa cinta dan kebersamaan itu indah hanya
indah diawal saja dan kemudian menjadi rumit seiring dengan berjalannya waktu. Maklum
saja... kan hanya mengandalkan insting. Gak jelas pemahamannya, gak jelas
perilakunya dan gak jelas tujuan yang ingin dicapai.
Kecerdasan seksual sebenarnya sama dengan kecerdasan yang
lainnya yang harus dipelajari untuk digunakan sesuai aktivitas yang dilakukan.
Misalnya, matematika dengan ilmu artitmatika; biologi, fisika dan kimia dengan
ilmu eksakta yang baik; permesinan dengan ilmu mekanik. Lalu percintaan dengan
ilmu apa?
Sebenarnya SI sudah ada secara terpisah-pisah dalam 7 bagian.
Yaitu kecerdasan dalam aspek agama, biologis, klinis, psikososial, budaya,
finansial dan perilaku.
Dalam aspek agama, setiap kitab suci telah mengajarkannya
dengan sangat detail. Aspek biologis dan klinis, diajarkan melalui ilmu
kedokteran. Aspek psikososial, diajarkan dalam ilmu psikologi. Aspek Budaya,
diajarkan dalam setiap adat dan budaya setiap kelompok masyarakat yang khas.
Aspek finansial, telah diajarkan sebagai kewajiban finansial dengan memanfaakan
IQ dan skill untuk bekerja. Dan aspek perilaku merupakan gabungan dari semua
aspek yang kemudian membentuk SI atau kecerdasan seksual.
Ketujuh aspek dalam SI sebenarnya adalah ilmu yang tidak
mengandung pornografi jika mau diajarkan sesuai usia dan kebutuhannya. Namun anggapan
tabu, porno dan tidak pantas jika berbicara tentang seks, seksual dan
seksualitas, atau bahkan mengajarkanya inilah yang kemudian menghambat
perkembangn kecerdasan seksual kita.
Tapi namanya juga
manusia, semakin dilarang ya.... semakin penasaran. Jadilah kita selalu mencari
sendiri ilmunya dengan berbagai cara. Logikanya, jika salah mendapatkan ilmu,
maka salah pula pengetahuan kita. Dan jika yang mengajari kita adalah orang
yang sebelumnya belajar dari ilmu yang salah itu, maka kita sama salahnya
dengan orang-orang sebelum kita.
Dalam buku Sexual Intelligence, saya juga mengatakan jika pelarangan
ini sebagai awal dari Roda Pembodohan Seksual yang telah berlangsung sejak
peradaban manusia ini dibangun. Dan
lucunya, kita tidak pernah menyadari jika kita tidak memiliki kecerdasan
seksual ini. Sehingga, saya mengharapkan buku Sexual Intelligence – Basic for
Relationship Goals ini bisa menjadi awal yang baik untuk memahami betapa pentingnya
SI atau kecerdasan seksual dalam kebersamaan.