Insting dan kecerdasan
ternyata dimiliki oleh semua makhluk hidup di bumi ini. Manusia, hewan, dan
termasuk tumbuhan memiliki keduanya. Namun beberapa hewan diantaranya memiliki
kemampuan untuk mengembangkan kecerdasannya dengan kemampuan beradaptasi untuk
menemukan cara-cara terbaru dalam aktivitasnya. Artinya, insting dan kecerdasan
pada hewan dan tumbuhan lebih bertujuan untuk bertahan hidup.
Sedangkan pada manusia, insting dan kecerdasan bermanfaat
untuk menentukan batas kehebatan dan keunggulan individu dalam berbagai
aktivitas. Insting dan kecerdasan pun bisa dikembangkan dengan sedemikian rupa
sesuai goals yang diinginkan. Namun,
dasar insting pada manusia sebenarnya sama dengan hewan, yakni kemampuan untuk
beraktivitas dan bertahan hidup. Kecerdasanlah yang kemudian menjadikan insting
itu menjadi skill.
Artinya manusia bisa meningkatkan instingnya setelah mengembangkan
kecerdasannya. Sedangkan kecerdasan bisa diperoleh melalui serangkaian proses
pembelajaran. Jadi, tanpa kecerdasan, insting hanya menjadi kemampuan dasar
saja untuk beraktivitas dan bertahan hidup.
Dalam percintaan dan kebersamaan dengan seks, seksual dan
seksualitas sebagai tiga aktivitas utamannya, hingga saat ini manusia hanya
mengandalkan insting, bukan dengan kecerdasan.
Lha kok bisa?
Dalam buku yang berjudul Sexual Intelligence – Basic for
Relationship Goals saya menjelaskan alasannya. Bahwa hingga peradaban ini,
manusia hanya mengandalkan insting dalam percintaan. Sebabnya, karena manusia
tidak pernah mengembangkan Sexual Intelligence atau Kecerdasan Seksual secara
sistematis. Sehingga manusia hanya mampu mengembangkan kemampuan dalam bentuk
insting, bukan kecerdasan untuk percintaan dan kebersamaan.
Sebelum buku ini, banyak juga yang mulai berusaha untuk
mengembangkan kecerdasan seksual ini dengan model yang berbeda-beda. Misalnya
kitab Kamasutra dan Anangga Ranga dari India, The Parfume Garden dari Arab,
Serat Centhini dari Jawa dan buku Human Sexual Response saat revolusi sexual di
Amerika tahun 60an.
Namun semua itu gagal mengembangkan kecerdasan seksual. Padahal
penulisnya adalah orang-orang hebat dan tokoh agama pada masanya. Banyak juga
buku-buku modern yang semuanya juga gagal dianggap sebagai kecerdasan yang
positif.
Saya pun mulai mempelajari faktor utama sebagai sebab
kegagalan itu. Kesalahan pertamannya, tidak mengajarkan seks, seksual dan
seksualitas secara lengkap dan sistematis. Kedua, hanya fokus mengajarkan
tentang seks dan bagaimana cara untuk lebih menikmatinya. Ketiga, menggunakan
bahasa yang fulgar. Keempat, bukan ajaran yang bersifat universal atau bisa
diterima oleh siapapun dari belahan dunia manapun, agama apapun dan budaya
manapun.
Oleh sebab itu, buku Sexual Intelligence – Basic for
Relationship Goals saya tulis untuk bisa mengajarkan tentang seks, seksual dan
seksualitas secara lengkap dan sistematis sebagai tiga hal yang berbeda, tiga
aktivitas berbeda denga tiga goals yang berbeda pula. Tidak ada bahasa fulgar
yang saya gunakan agar tidak dianggap sebagai pornografi. Buku ini juga saya
desain agar bisa diterima secara universal oleh siapapun, agama apapun dan
budaya manapun.
Sexual Intelligence adalah kemampuan untuk memahami,
melakukan dan menyelesaikan berbagai hal yang berhubungan dengan proses
sebab-akibat seks, seksual dan seksualitas yang melekat seumur hidup
berdasarkan tujuh kecerdasan seksual. Sedangkan insting hanya kemampuan untuk
memahami saja dan melakukan sekedarnya.
Jadi mana nih yang lebih unggul.... insting atau Sexual
Intelligence dalam percintaan Anda?
Baca juga: