Albert Einstain pernah mengatakan, jika “sungguh manusia itu
haus ilmu pengetahuan”, artinya, manusia selalu ingin mempelajari berbagai hal.
Jauh sebelum itu, Plato pun mengatakan jika, “Ilmu pengetahuan adalah makanan
bagi jiwa”, yang berarti jika jika setiap manusia juga butuh diberi nutrisi
berupa ilmu pengetahuan. Bahkah Khalifah Ali bin Abu Thalib juga pernah
mengatakan jika, “Kehormatan manusia adalah pengetahuannya”, artinya, bahwa
manusia berilmu menjadi lebih terhormat jika dibandingkan yang tidak berilmu.
Jika dipahami sekilas, mereka mencoba untuk meningkatkan
derajat manusia dengan ilmu pengetahuan. Tujuannya agar manusia berbeda dengan
hewan yang hanya mengandalkan naluri.
Namun dalam hal percintaan sebagai bagian dari takdir untuk
hidup berpasang-pasangan, saya, Bara Susanto, melihat dasar perilaku manusia yang
hanya mengandalkan insting atau naluri. Jadi bukan dengan kecerdasan yang tepat
untuk percintaan dan kebersamaan. Kesimpulan ini didasari oleh riset yang saya
lakukan selama 9 tahun tentang “Pengaruh Perilaku Seks, Seksual dan Seksualitas
Dalam Pencapaian Semua Tujuan Hidup Manusia”.
Kesimpulannya, bahwa selama ini manusia hanya mengandalkan
naluri untuk urusan percintaan. Karena masih belum mengembangkan kecerdasan
yang tepat dalam percintaan dan kebersamaan.
Sehingga manusia yang “buta cinta” tidak haus ilmu pengetahuan
tentang love and relatioship seperti kata Einstain. Manusia juga tidak pernah
berusaha memberi nutrisi utuk jiwa saat menganggap cinta itu sendiri adalah
nutrisi. Padahal cinta itu sendiri selalu membutuhkan banyak nutrisi untuk
menjaganya tetap sehat.
Akibatya, manusia menjelma menjadi mahkluk yang paling rapuh
dan mudah dihancurkan oleh cinta ini. karena jiwa yang tidak sehat dan
kekurangan nutrisi. Itulah sebabnya manusia selalu binggung saat keindahan
cinta itu mulai berubah menjadi masalah yang rumit. Sebuah perubahan yang tidak
pernah diharapkannya.
Dan akhirnya, manusia mudah atau bahkan sering sekali
kehilangan kehormatannya karena perilakunya sendiri yang buruk dalam percintaan.
Tentu saja karena kita tidak pernah memiliki batasan, arah dan tujuan percintaan
yang baik. Semua itu terjadi karena manusia tidak memiliki ilmu percintaan dan
kebersamaan yang baik.
Hasil riset ini kemudian saya ditulis dalam buku Sexual Intelligence – Basic forRelationship Goals Management, yang menjelaskan tentang Kecerdasan Seksual
sebagai dasar manajemen percintaan dan kebersamaan untuk mencapai berbagai
tujuan dari sebuah hubungan.
Goals
dari buku ini adalah setiap individu yang hidup dengan;
1.
Memiliki
kecerdasan yang tepat dalam percintaan dan kebersamaan, sehingga tidak hanya
mengandalkan naluri.
2.
Memiliki
kesadaran baru dalam seks, sexual dan seksualitas sebagai aktivitas wajib dalam
percintaan dan kebersamaan.
3.
Memiliki
perilaku dengan batasan, arah dan tujuan yang jelas dalam percintaan dan
kebersamaan.
4.
Fokus
meraih kebahagiaan dan keharmonisan, mempertahankan kehebatan, serta meraih
kesuksesan dan kekayaan. Bukan hanya
fokus pada masalah percintaan.
Ini adalah tentang sebuah revolusi yang benar dalam
percintaan dan kebersamaan. Dengan mengajarkan kecerdasan yang paling tepat
untuk semua aspek aktivitas percintaan ini. Karena kita hanya mengalami evolusi
seksual sejak peradaban ini dibentuk dengan hanya mengandalkan naluri.
Evolusi seksual seperti yang kita alami saat ini digambarkan
sebagai roda pembodohan seksual yang terus berputar secara turun-temurun
sebagai proses pembelajaran seksual yang salah. Sehingga selama ini manusia hanya
mengandalkan sexual instinct. Akibatnya,
sexual action menjadi tanpa batasan,
arah dan tujuan yang benar yang mendorong manusia hidup dengan perilaku seksual
yang salah. Jadi jangan heran jika sexual
history yang buruk akan memberikan pengaruh yang buruk bagi masa depan
manusia. Ini tentang sexual cause and
effect, sebab buruk akan memberikan pengaruh yang buruk pada akhirnya.
Revolusi seksual berbeda dengan evolusi seksual, karena
perilaku seksual dilakukan berdasarkan sexual
intelligence, bukan hanya mengandalkan sexual
instinct. Kecerdasan seksual ini hanya bisa didapatkan melalui sexual building. Metode sexual building mengajarkan tentang
seks, seksual dan seksualitas sebagai tiga hal yang berbeda yang bisa diberikan
sesuai usia dan kebutuhannya. Efek positif yang terjadi adalah sexual action memiliki batasan, arah dan
tujuan yang jelas dalam membangun sexual
history yang baik secara mandiri, bersama pasangan, dalam keluarga dan
dalam masyarakat. Sehingga jangan heran, jika sexual history yang baik akan memberikan pengaruh yang baik pula bagi
masa depan setiap manusia. Ini adalah tentang sexual cause and effect, sebab baik sejak awal akan memberikan
pengaruh yang baik pada akhirnya.
Revolusi ini sejalan dengan arti dari Sexual Intelligence itu
sendiri. Yaitu kemampuan untuk memahami, melakukan dan menyelesaikan semua hal
yang berkaitan dengan seks, seksual dan seksualitas yang melekat seumur hidup
berdasarkan tujuh kecerdasan seksual. 7 kecerdasan seksual itu sediri terdiri
dari aspek agama, biologis, klinis, psikososial, budaya, finansial dan
perilaku.
Jadi Sexual Intelligence bukanlah kecerdasan yang berbau
pornografi dan revolusi seksual juga bukan gerakan berbau mesum. Ini hanyalah
sebuah proses untuk membangun kesadaran baru dalam hubungan antar manusia yang
diikat oleh cinta dengan batasan, arah dan tujuan yang lebih jelas. Agar mampu
menciptakan kehidupan yang penuh kebahagiaan, keharmonisan, kehebatan,
kesuksesan dan kekayaan bersama pasangan dan keluarga.
Akhir kata, saya sering sekali mengatakan jika, “Hidup ini
sudah sulit, jangan dipersulit lagi dengan urusan percintaan yang tidak jelas”.
Tujuannya agar kita lebih fokus untuk mencapai standart kehidupan yang penuh
kebahagiaan, keharmonisan, kehebatan, kesuksesan dan kekayaan. Bukan selalu
fokus pada masalah percintaan.
Baca juga :